Toxic Positivity: Saat Ucapan Positif Berdampak Negatif

“Tenang, ini masalah kecil. Kamu pasti bisa melewatinya,”
“Gak boleh nangis, jangan sampai orang melihat kesedihanku,”
“Orang lain pasti punya masalah yang lebih dari ini,”
Apakah kamu pernah mendengar kalimat-kalimat tersebut? Atau mungkin, itu menjadi cara untuk menyemangati diri atau orang lain? Sebetulnya, tidak ada yang salah dari kalimat-kalimat itu. Namun, tahukah kamu bahwa kalimat-kalimat tersebut bisa menjadi toxic positivity?
Apa itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sikap atau pikiran positif yang dilakukan untuk menjalani hidup namun mengabaikan emosi negatif ketika sedang diterpa banyak masalah. Meski sikap positif dan pemikiran positif dapat memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia, seperti rasa percaya diri dan bahkan dapat mengurangi risiko untuk bunuh diri, bukan berarti semua perasaan negatif yang datang harus diabaikan dan digantikan topeng kebahagiaan.
Tidak hanya emosi positif, emosi negatif pun merupakan hal yang dibutuhkan manusia untuk berproses menjalani hidup. Seperti yang tertulis pada Psychology Today Online bahwa manusia tidak bisa memprogram dirinya untuk hanya merasa bahagia. Alih-alih kamu menyemangati diri atau orang lain, tanpa disadari malah menghindari emosi negatif yang sedang dialami. Di saat ini lah, sikap positif akan memberikan dampak negatif pada dirimu atau bahkan orang sekitarmu.
Tanda-tanda Toxic Positivity
Tak hanya pada orang lain, kerap kali kamu melakukan toxic positivity pada dirimu sendiri.
“Aku tidak boleh sedih atas apa yang dilakukannya padaku,”
Apakah kamu gak asing dengan kalimat tersebut? Ya, itu toxic positivity dari dirimu untuk dirimu. Alih-alih menguatkan diri, kamu justru menampik perasaan sedih tersebut, yang nanti membuat perasaan itu terpendam di dalam diri.
Berikut beberapa tanda-tanda toxic positivity yang mungkin dialami atau bahkan seringkali dilakukan ke orang lain.
MENYEPELEKAN EMOSI NEGATIF DAN MASALAH
Hal paling menonjol dari toxic positivity adalah menyepelekan emosi negatif beserta masalah yang dihadapi. Ketika seseorang merasa sedih atau marah, alih-alih memberi semangat, justru yang dilakukan adalah menyepelekan emosi tersebut.
“Kamu akan baik-baik saja kok, tidak perlu marah meski disakiti seperti itu,”
Di saat bersamaan, tidak hanya mengesampingkan perasaan negatif yang muncul, orang yang melakukan toxic positivity akan mengabaikan permasalahan yang dialaminya. Jika pengabaian terhadap perasaan dan masalah dilakukan kepada orang lain, hal ini mengindikasikan bahwa orang tersebut kurang memiliki empati.
MERASA BERSALAH AKAN EMOSI NEGATIFNYA
Ketika seseorang merasakan emosi negatif karena suatu situasi, bukannya memberikan waktu untuk diri sendiri merasakan emosi tersebut malah terbesit penyesalan karena sudah merasa sedih, marah, atau kecewa. Lebih lanjut, orang tersebut akan merasa bahwa dirinya lemah dan itu memalukan.
Tanda ini juga dapat dilihat ketika seseorang melakukan toxic positivity pada lawan bicaranya. Mereka akan dibuat merasa bersalah karena sedang mengalami emosi negatif dan tidak bersikap positif terhadap suatu masalah.
MENJADIKAN SYUKUR SEBAGAI TAMENG
Perlu diingat bahwa memiliki rasa syukur itu perlu. Tapi selalu menggunakannya untuk menutupi masalahmu, bisa menjadi salah. Rasa syukur merupakan bentuk penerimaan diri terhadap apa yang didapat atau dimiliki. Jauh lebih dalam, rasa syukur membuat orang merasa cukup hingga bisa menikmati apa yang dimilikinya. Sayangnya, orang-orang dengan toxic positivity seringkali menamengi diri dengan rasa syukur.
Misalnya, seseorang yang tertabrak kendaraan hingga mengalami patah tulang.
“Syukur kamu hanya patah tulang, bagaimana kalau meninggal?”
Atau ketika seseorang merasa kelelahan dalam bekerja karena beban yang diembannya terlalu banyak.
“Bersyukur masih bekerja, banyak orang yang nganggur di luar sana,”
Ya, semua hal yang didapatkan perlu disyukuri, namun esensinya bukan untuk menyangkal segala emosi negatif atau masalah yang ada. Orang-orang dengan toxic positivity akan menjadikan syukur sebagai “senjata” menghadapi emosi negatif dan masalah yang ada.
Dampak Toxic Positivity
Toxic positivity tentu memberikan dampak pada hidup, khususnya kesehatan mentalmu. Percayalah, ini tidak akan membuat seseorang merasa bersemangat dan bisa menyelesaikan masalah. Kamu perlu tahu dampak-dampak toxic positivity yang akan mempengaruhi hidup seseorang.
MENJADI TERISOLASI
Salah satu dampak dari toxic positivity adalah menjadi terisolasi dari diri sendiri maupun sosial. Berawal dari menyepelekan emosi negatif dari masalah tersebut, sehingga mengabaikan perasaan itu. Pada akhirnya kamu akan sulit untuk jujur terhadap diri sendiri maupun orang.
Misalnya, ketika orang tua kerap memandang kualitasmu lebih rendah daripada saudaramu. Hal itu membuatmu merasa sangat tidak nyaman, sedih dan marah. Namun, kamu menampik perasaan itu.
“Biarlah orang tuaku memandang rendah, mereka gak tau aku di luar lebih pintar. Cuek aja,”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa kamu tidak mau menyelesaikan masalah yang ada, yakni dengan mengkomunikasikan apa yang kamu rasa terhadap orang tua. Kamu justru memilih untuk tidak mempedulikannya, namun tetap merasa sedih di belakang. Kesedihan ini akan selalu ada terpendam dan semakin sulit dikeluarkan.
MUDAH INSECURE
Orang yang terdampak toxic positivity mudah merasa insecure atau tidak percaya diri. Hal ini karena mereka kerap kali mendapat penyangkalan terkait emosi negatif yang dirasakan. Mereka akan merasa bahwa dirinya lemah, tak berdaya atau bahkan “drama”, sehingga malu untuk menceritakan masalahnya. Selanjutnya, orang tersebut hanya akan memendam masalah tersebut hingga membuatnya semakin tertekan.
TIDAK DAPAT MEMAKSIMALKAN KEMAMPUAN DIRI
Pasti kamu pernah dengar pernyataan bahwa “kesuksesan adalah kumpulan kegagalan yang diperbaiki”. Sayangnya, kegagalan seringkali dianggap masalah. Pada orang terdampak toxic positivity, mereka akan selalu menghindari masalah daripada menyelesaikannya.
Nah, menghindari masalah terus-menerus akan membuat kemampuan dirimu dalam beradaptasi baik terhadap keadaan maupun lingkungan, tidak berkembang.
Cara Menghindari Toxic Positivity
Toxic positivity tentu dapat dihindari demi menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan hidupmu. Berikut beberapa cara yang dapat kamu lakukan.
KELOLA EMOSI NEGATIF
Langkah pertama untuk mengelola emosi negatif adalah dengan mengakui dan menerima perasaan tersebut. Tidak hanya mengakui adanya emosi negatif, tetapi kamu juga perlu melihat apa yang menyebabkan perasaan itu muncul. Tahap ini sangat penting untuk dilakukan agar kamu tahu langkah apa yang perlu kamu lakukan untuk mengatasi emosi ini.
Tahap selanjutnya adalah mencari tahu apa yang bisa kamu ubah dari situasi ini. Karena akar dari emosi ini sudah ditemukan, kamu akan tahu hal apa yang perlu diubah untuk mengurangi emosi negatif atau stres yang sedang kamu alami. Selanjutnya, kamu perlu mencari sarana untuk meluapkan emosi-emosi ini.
Melakukan perubahan dalam hidupmu adalah sesuatu yang membutuhkan waktu. Meski Kamu sekarang sedang berusaha merubah situasi atau keadaan yang menimbulkan emosi negatif ini muncul, sangat penting untuk mencari cara agar emosi tersebut tersalurkan dengan bijak. Mungkin Kamu bisa mencoba melakukan olahraga teratur, meditasi, journaling, atau sekedar melakukan aktivitas yang menyenangkan.
JANGAN MEMBANDINGKAN MASALAHMU DENGAN ORANG LAIN
Masalah menjadi bagian dari kehidupan, bahkan menghindari masalah dapat menjadi masalah itu sendiri. Untuk itu, penting menyadari bahwa setiap orang mempunyai masalah dan kekuatan masing-masing untuk menyelesaikannya.
Jika kamu sedang mengalami masalah, tak perlu membandingkan dengan milik orang lain. Masalahmu nyata dan perasaanmu atas hal tersebut valid. Fokus pada solusi masalah dan mengelola emosi yang sedang dirasakan.
Begitupun ketika ada seseorang yang menceritakan masalahnya padamu, tak perlu membandingkan masalah yang tengah dihadapinya dengan orang lain atau dirimu sendiri. Hal itu akan memperburuk perasaannya dan membuatnya menjadi rendah diri. Alangkah baiknya kamu mendengar dan belajar memahami masalah yang tengah dihadapi orang tersebut.
MEMAHAMI, BUKAN MENGHAKIMI
Perlu diingat bahwa orang yang sedang diliputi masalah, tidak membutuhkan penghakiman, melainkan bantuan. Sekalipun kamu merasa perlu menyampaikan sesuatu pada dirinya, lebih baik lakukan di kesempatan lain ketika kondisinya sudah lebih stabil. Kamu cukup menjadi pendengar yang baik dan memahami masalah apa yang tengah dialaminya dan apa yang sedang dirasakan.
Bila kamu yang sedang mengalami masalah, temui seseorang yang dapat memahamimu. Luapkan emosimu padanya dan minta ia untuk menjadi pendengar tanpa perlu menginterupsi ceritamu. Jika memang ada yang perlu disampaikan olehnya, mintalah untuk disampaikan pada lain kesempatan.
SUMBER:
- Konstantin Lukin, Ph.D. (2019, 1 Agustus). Toxic Positivity: Don’t Always Look on the Bright Side. https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-man-cave/201908/toxic-positivity-dont-always-look-the-bright-side.
- McKenna Princing. (2021, 8 September). What You Need to Know About Toxic Positivity. https://rightasrain.uwmedicine.org/mind/well-being/toxic-positivity.
- Kendra Cherry. (2021, 1 Februari). What Is Toxic Positivity? https://www.verywellmind.com/what-is-toxic-positivity-5093958.
- dr. Kevin Adria. (2021, 11 Mei). Mengenal Lebih Jauh tentang Toxic Positivity. https://www.alodokter.com/mengenal-lebih-jauh-tentang-toxic-positivity.
- Elizabeth Scott, PhD. (2020, April 29). How to Deal with Negative Emotions and Stress. https://www.verywellmind.com/how-should-i-deal-with-negative-emotions-3144603.
Dibuat oleh: Irma Fauzia & Fauzia Ramadhani Diedit oleh: Kresentia Aretha T., & Sasya Natasanthi