Mengenal Bipolar Disorder: Gejala, Jenis, dan Pengobatan

Bagaimana seseorang bisa berubah dengan cepat dari merasa sangat terpuruk dan tidak termotivasi, menjadi sangat bahagia dan optimis dengan kehidupan?
Gangguan kesehatan mental masih sangat tabu untuk dibicarakan. Gangguan kesehatan mental yang sudah menjadi perbincangan umum di kalangan masyarakat salah satunya adalah bipolar disorder. Namun sering sekali masyarakat mengartikan gangguan mental ini secara kurang tepat. Terkadang seseorang yang sedang moody bisa langsung dibilang “bipolar ya?”. Penting untuk diingat bahwa mood swing berbeda dengan bipolar. Perasaan senang dalam semenit lalu tiba-tiba menjadi sedih merupakan gejala mood swing. Hal ini sangat wajar karena setiap orang mengalami peningkatan dan penurunan dalam hidupnya.
Sebenarnya apa itu bipolar disorder?
Bipolar disorder merupakan gangguan yang dialami seseorang dengan periode pasang surut suasana hati dan pikiran yang terjadi secara drastis. Peningkatan motivasi atau kegembiraan dinamakan sebagai gejala manic atau hypomanic. Sebaliknya, penurunan suasana hati dinamakan sebagai gejala depressive. Dari kedua gejala tersebut, ada 3 domain didalamnya—pemikiran, suasana hati dan aktivitas yang berpengaruh. Dari ketiganya, semua domain bisa bergerak menuju arah yang sama (mengarah ke episode manic atau depressive) atau bergerak menuju arah yang berlawanan (kombinasi gejala manic atau hypomanic dan depressive) (Benazzi, 2007).
Perbedaan antara manic dan hypomanic adalah tingkat keparahannya. Manic ketika seseorang terlalu bersemangat sampai membuat keputusan tidak rasional. Sebagai contoh, menghabiskan uang untuk membeli benda yang sangat mahal. Sedangkan hypomanic lebih rasional atau ringan. Contohnya adalah, dalam suatu acara ingin menjadi pusat perhatian sehingga tiba-tiba teriak atau melakukan pidato.
Secara statistik, terdapat 46 juta manusia di seluruh dunia menderita bipolar disorder (Bipolar Disorder Statistics ; Our World in Data, 2018)
Gangguan Bipolar memiliki dua jenis, yaitu Bipolar I dan Bipolar II (Benazzi, 2007).
Bipolar Type I
Bipolar I mengalami peningkatan yang cenderung ke manic dibandingkan hypomanic. Kondisi ini sangat merusak fungsi tubuh dan sering kali dibutuhkan perawatan di rumah sakit. Gangguan pikiran yang terjadi adalah pemikiran yang terlalu cepat yang mengarah ke aktivitas berlebihan tanpa tujuan, bicara tanpa henti, dll. Gangguan ini terjadi secara statis, berlangsung setidaknya tujuh hari dalam episode manic dan dua minggu dalam episode depressive. Jika manic dan depressive terjadi secara bersamaan maka itu merupakan episode campuran.
Bipolar Type II
Jenis bipolar II memang tidak separah bipolar I. Bipolar II hanya menyebabkan kerusakan ringan pada fungsi tubuh dan kemungkinan besar tidak perlu perawatan khusus di rumah sakit. Tidak seperti bipolar I, bipolar II lebih mengarah kepada hypomanic. Pemikiran yang kreatif dan terarah pada tujuan tertentu. Gangguan pikiran pada bipolar II memiliki tingkat keparahan gangguan berpikir yang cukup bervariasi. Walaupun fase peningkatan suasana hati tidak sedrastis bipolar I tetapi episode depressive-nya cukup parah dan dapat berlangsung lama.
Tahukah kalian, ternyata penelitian membuktikan bahwa jenis bipolar dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin seseorang loh! Pada gangguan bipolar I, pria dan wanita memiliki kemungkinan yang sama. Akan tetapi, untuk bipolar II ternyata lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria.
Figur publik dengan Bipolar disorder
1. Mariah Carey
Dilansir dari artikel yang ditulis oleh Washington Post and BBC, Mariah Carey seorang penyanyi terkenal ternyata juga mengalami Bipolar Disorder. Jenis bipolar yang dideritanya pun adalah Bipolar II. Mariah Carey didiagnosis sudah 19 tahun yang lalu tepatnya pada 2001. Sebelum memeriksakan dirinya, ia mengatakan
“Saya mudah tersinggung dan selalu takut mengecewakan orang,”
Gejala yang ia alami adalah energi yang sangat rendah, sedih, sangat kesepian bahkan merasa bersalah sekali jika tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan dalam karirnya. Ternyata pada saat itulah ia mengalami depressive episode. Mariah Carey juga sempat berspekulasi bahwa dirinya terkena gangguan tidur yang parah. Ia sempat dirawat dirumah sakit karena gangguan bipolar yang dideritanya. Seperti yang sudah kita bahas di atas bahwa Bipolar II ini sebenarnya cenderung tidak membutuhkan treatment di rumah sakit. Tapi itu tidak menutup kemungkinan untuk perawatan dirumah sakit karena kondisi setiap orang yang berbeda-beda. Apapun itu yang penting meminta pertolongan pada ahlinya sudah menjadi prioritas kita ya! Jangan membandingkan kasus antar individu karena bisa saja ada perbedaan dalam penanganannya.
Pasca perawatannya, menurut Mariah Carey hal yang terpenting adalah berusaha seimbang dalam hidupnya. Ia mengatakan bahwa setelah menerima perawatan terbaik, ia menempatkan orang-orang positif di hidupnya dan bisa kembali melakukan kegiatan yang ia sukai yaitu bernyanyi dan menulis lagu.
2. Kanye West
Beberapa waktu lalu, Instagram dihebohkan dengan Instagram Stories dari Kim Kardashian. Kim telah mengkonfirmasi bahwa suaminya Kanye memiliki gangguan bipolar (LA Times). Ia meminta masyarakat untuk berempati terhadap orang-orang yang sedang berjuang menghadapi masalah kesehatan mental. Sama seperti Mariah Carey, setelah mendapatkan pertolongan yang sesuai, hidup dengan Bipolar Disorder tidak menghalangi karir seseorang. Kanye juga tetap bisa mengeluarkan ide-ide kreatifnya dalam bermusik. Banyak mimpi-mimpi besar Kanye menjadi kenyataan.
Dari kedua contoh yang telah disebutkan, kita bisa menarik kesimpulan bahwa mengalami gangguan kesehatan mental tidak akan menghancurkan hidup seseorang seutuhnya. Dengan pertolongan medis dan memperbaiki pola hidup, seorang yang menderita bipolar bisa tetap berprestasi dan melakukan kegiatan apapun yang mereka senangi. Stigma negatif juga perlu kita hilangkan karena it’s okay to not be okay. Tidak ada hal yang memalukan dari seseorang yang mengalami gangguan mental.
Pengobatan Bipolar
Apakah kalian tahu obat yang suka digunakan penderita Bipolar Disorder? Biasanya seseorang dengan gangguan Bipolar diresepkan obat bernama lithium. Lithium sangat direkomendasikan oleh para ahli karena terbukti akan keefektifannya dalam pengobatan tahap pertama untuk mencegah manic dan depressive episodes. Namun, menurut penelitian yang dipimpin oleh Universitas Glasglow, ternyata banyak sekali pasien yang menggunakan kombinasi pengobatan yang tidak sesuai dengan pedoman klinis (Healthline).
Tidak jarang, antidepresan diberikan kepada pasien Bipolar. Individu dengan Bipolar Disorder memang mengalami depressive episode tapi itu bukan berarti antidepresan menjadi obat untuk mengobati gangguan tersebut secara keseluruhan. Nyatanya, keamanan dan kemanjuran antidepresan pada gangguan Bipolar menjadi subjek perdebatan hangat di antara para ilmuwan (Pacchiarotti et al., 2013). Dilansir dari BBC, hampir 25% pasien Bipolar menggunakan antidepresan sebagai satu-satunya pengobatan mereka! Padahal antidepresan dapat menyebabkan suasana hati yang memburuk dan fase manic yang lebih parah. Beberapa riset pun sudah membuktikan bahwa antidepresan dapat meningkatkan posibilitas kekambuhan manic dan hypomanic akut (Benazzi, 2007).
Akan tetapi, bukan berarti antidepresan tidak bisa dipakai pada gangguan Bipolar. Konsensus dalam Satgas ISBD (Pacchiarotti et al., 2013) , menyimpulkan bahwa sebelum menggunakan antidepresan pada depresi Bipolar, pengobatan non antidepresan harus dipertimbangkan sebagai terapi tunggal terlebih dahulu. Obat non antidepresan ini diantaranya adalah lithium. Selain lithium, ada juga olanzapine, lamotrigine, dan quetiapine. Kita bisa mengambil inti bahwa, antidepresan yang digunakan untuk mengobati fase depresi pada gangguan Bipolar tidak dapat dihentikan secara total atau didukung tanpa mengevaluasi kasus dan keadaan klinis individu dengan cermat.
“Kami prihatin selama beberapa waktu dengan jumlah orang yang diresepkan antidepresan tanpa penstabil mood yang menyertai” — Alison Cairns, Kepala Eksekutif Bipolar Scotland
Sedikit cerita yang ditulis di BBC, seorang penderita bipolar bernama Jamie Stewart didiagnosis menderita gangguan bipolar dan diberikan resep antidepresan dan lithium. Ia mengatakan bahwa antidepresan tidak menghasilkan efek apapun untuk kestabilan suasana hatinya.
“itu hanya memperburuk episode mania pada saat saya baru saya mengalami depresi, antidepresan tampaknya memiliki efek positif” — Jamie
Jamie lebih banyak diresepkan antidepresan daripada lithium. Fenomena ini masih banyak ditemukan dan tidak jelas mengapa psikiater meresepkan lebih sedikit lithium. Semoga dengan banyaknya kasus akan ketidak efektifan antidepresan sebagai obat tunggal atau diberikan dalam jumlah yang berlebihan, bisa membuat para ahli dan masyarakat aware akan hal tersebut.
Selain dari obat-obatan, Cognitive Behavioural Therapy (CBT), dapat berguna dalam depresi Bipolar yang difokuskan pada perilaku pasien (Benazzi, 2007). Dikutip dari Washington Post, gangguan Bipolar juga bisa diobati dengan Stimulasi Magnetik Transkranial (TMS) jika tidak ada respon dari antidepresan sama sekali. TMS melibatkan penempatan magnet kecil di dahi seseorang yang menciptakan arus listrik ringan untuk menstimulasi wilayah otak yang terkait dengan gangguan mood (suasana hati). TMS telah terbukti dapat mengobati episode depresi tanpa memicu mania yang berlebihan.
SUMBER :
- Benazzi, F. (2007). Bipolar disorder—focus on bipolar II disorder and mixed depression. The Lancet (British Edition), 369(9565), 935-945.
- Pacchiarotti, Isabella, Bond, David J, Baldessarini, Ross J, Nolen, Willem A, Grunze, Heinz, Licht, Rasmus W, . . . Vieta, Eduard. (2013). The International Society for Bipolar Disorders (ISBD) Task Force Report on Antidepressant Use in Bipolar Disorders. The American Journal of Psychiatry, 170(11), 1249-1262.
Ditulis oleh: Giftia Wardani
Diedit oleh: Fauzia Ramadhani & Sasya Natasanthi