Gangguan Mental Anak Itu Nyata

Isu kesehatan mental terus digaungkan demi meningkatkan kesadaran masyarakat. Kesehatan mental menjadi hal yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Baik kesehatan fisik maupun mental, dapat mempengaruhi cara berpikir, merasa, dan bertindak. Meski mayoritas pengidap gangguan kesehatan mental berada di rentang usia dewasa, namun bukan berarti anak-anak tak mengalaminya. Kesehatan mental memiliki hubungan interaktif yang kompleks dengan kesehatan fisik dan kemampuan seorang anak untuk berhasil di sekolah, tempat kerja, dan bersosialisasi di masyarakat di kemudian hari.
Apa itu kesehatan mental anak?
Pada anak-anak, gangguan kesehatan mental digambarkan sebagai perubahan serius dalam cara anak-anak belajar, berperilaku, atau menangani emosi. Sehingga kondisi ini menyebabkan anak mengalami kesulitan dan mengganggu aktivitas kesehariannya di rumah, sekolah, dan juga saat bersosialisasi dengan teman sebaya. Banyak di antaranya yang berisiko untuk mengalami gangguan mental sedari dini dikarenakan adanya faktor risiko genetik serta pengalaman negatif yang mungkin ditemui di lingkungan rumah, sekolah, atau di komunitas mereka.
Apa saja gangguan mental anak yang sering terjadi?
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa 450 juta orang di seluruh dunia memiliki gangguan kesehatan mental, dengan prevalensi 20% kondisi ini terjadi pada anak-anak (O’Reilly, 2015). Sejalan dengan itu, dalam sebuah data yang dikeluarkan oleh UNICEF (2021), diperkirakan sebanyak 34.840.000 anak perempuan dan 44.647.000 anak laki-laki di usia 10-14 tahun mengalami gangguan kesehatan mental. Berikut beberapa gangguan kesehatan mental pada anak yang umum terjadi:
Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan atau anxiety disorder pada anak-anak digambarkan dengan perasaan takut, khawatir, atau cemas yang terus-menerus hingga mengganggu kemampuan anak tersebut untuk berpartisipasi dalam bermain, sekolah, atau situasi sosial yang sesuai dengan usianya. Gangguan ini dapat dialami dalam berbagai bentuk pada anak, seperti ketakutan berlebih ketika berpisah dengan orang tua (separation anxiety), cemas ketika berada di sekolah atau tempat yang penuh dengan orang (social anxiety disorder), ketakutan pada hal spesifik (phobia), khawatir akan sesuatu yang akan terjadi di masa depan (general anxiety disorder), tidak dapat berbicara di situasi sosial tertentu (selective mutism), dan ketakutan intens yang sering terjadi tiba-tiba (panic disorder) .
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dibandingkan dengan kebanyakan anak pada usia yang sama, anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan dengan perhatian (sulit mempertahankan fokus, mudah terdistraksi dalam melakukan tugas, tidak terorganisir), dan/atau menunjukkan perilaku impulsif-hiperaktif (aktivitas motorik berlebih, kegelisahan berlebih, memotong pembicaraan orang, atau bertindak tanpa pertimbangan) yang mengganggu perkembangan mereka. Beberapa gejala yang ditunjukkan anak dengan ADHD umumnya muncul sebelum umur 12 tahun.
Autism Spectrum Disorder (ASD)
Gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan kesulitan dengan komunikasi sosial dan interaksi sosial dan pola terbatas dan berulang dalam berperilaku, minat, dan aktivitas (American Psychological Association, 2021). Kondisi ini tidak akan terlihat sama pada tiap anak yang terdiagnosa ASD, karena gangguan ini adalah sebuah spektrum. Kenali lebih dalam mengenai gangguan ini pada blog kami mengenai ASD di sini!
Depresi
Trigger warning: menyebutkan pemikiran bunuh diri
Depresi pada anak tergambar dengan perasaan sedih, keputusasaan dan hilangnya minat secara terus-menerus yang mengganggu kemampuannya untuk beraktivitas di sekolah dan berinteraksi dengan orang lain. Kondisi depresi yang berkelanjutan pada anak akan berbahaya, dikarenakan gangguan ini dapat meningkatkan resiko terbentuknya pemikiran bunuh diri.
Anak yang mengalami depresi jarang menceritakan kondisinya sehingga terkadang mereka terlihat tidak bermotivasi dan sering membuat masalah, sehingga sangat rentan untuk mereka mendapatkan label “pemalas” atau “anak nakal” oleh lingkungan sekitarnya.
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Tekanan emosional yang berkepanjangan dan intens akibat pengalaman negatif seperti kekerasan, pelecehan, atau peristiwa traumatis lainnya, yang dialami secara langsung dan tidak, dapat menyebabkan terbentuknya trauma pada anak dan dapat berisiko mengalami PTSD. Anak pada umur 6 tahun dan kebawah mengalami PTSD dalam bentuk mimpi buruk, pengulangan memori akan peristiwa traumatik yang terjadi berulang dan tiba-tiba, beraksi seakan-akan sedang berada dalam situasi traumatik, perilaku menghindar, kesulitan fokus, dan terkadang menunjukkan amarah yang meluap-luap.
Anak-anak yang terdiagnosa dengan gangguan mental mungkin juga akan menunjukkan adanya gejala-gejala lainnya, seperti
• Hasil akademis yang buruk
• Perasaan bosan yang intens
• Sering mengalami keluhan gejala fisik, seperti sakit kepala dan sakit perut
• Memiliki masalah tidur dan/atau nafsu makan, seperti tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, mimpi buruk, atau berjalan sambil tidur
• Berperilaku kembali ke usia yang lebih muda (regresi), seperti mengompol atau mengamuk
• Berperilaku tidak patuh atau agresif
Lebih banyak mengambil risiko dan/atau menunjukkan perhatian yang lebih sedikit terhadap keselamatan diri, seperti berlari ke jalan, memanjat terlalu tinggi, terlibat dalam pertengkaran fisik, atau bermain dengan barang-barang yang tidak aman
Gangguan pada anak dapat ditanggulangi dan dikelola sedari dini untuk membantu perkembangannya di kemudian hari. Orang tua memiliki peran yang penting dalam memperhatikan serta memberikan bantuan yang tepat untuk kondisi kesehatan mental anak dengan bantuan dokter, tenaga profesional kesehatan mental (psikolog, psikiater, terapis, konselor), guru, dan juga anggota keluarga lainnya. Karena diagnosis dan intervensi tepat yang dilakukan sedari dini untuk anak dan keluarga dapat memberikan perubahan positif yang signifikan di kehidupan anak dengan gangguan mental.
—
Sumber:
https://data.unicef.org/topic/child-health/mental-health/. Dikunjungi pada 22/2/2022 pukul 21.32 WIB.
https://www.cdc.gov/childrensmentalhealth/symptoms.html. Dikunjungi pada 22/2/2022 pukul 23.30 WIB.
https://www.medicinenet.com/mental_illness_in_children/article.htm. Dikunjungi pada 22/2/2022 pukul 23.37 WIB
https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/childrens-health/in-depth/mental-illness-in-children/art-20046577. Dikunjungi pada 22/2/2022 pukul 23.46 WIB.
https://www.apa.org/pi/families/children-mental-health. Dikunjungi pada 25/2/2022 pukul 12.12 WIB.
https://www.cdc.gov/childrensmentalhealth/basics.html. Dikunjungi pada 25/2/2022 pukul 12.17 WIB.
O’Reilly, M & Lester, J.N. (2015). The Palgrave Handbook of Child Mental Health. UK: Pagrave Macmillan.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: Author.
https://www.apa.org. “Autism and Autism Spectrum Disorders.” Accessed April 25, 2021. https://www.apa.org/topics/autism-spectrum-disorder.