Menjelang Magrib: Kombinasi Fatal Gangguan Jiwa, Kesurupan dan Pasung

Film ‘Menjelang Magrib’ merupakan produksi Helroad Films dan Silent D Pictures yang mengisahkan tentang tiga orang mahasiswa jurusan psikologi, bernama Talya (Annette Edoarda), Erlan (Jeffry Reksa), dan Ahmad (Fajar Kurniawan), yang tengah menggarap tugas akhir berupa video dokumenter tentang seorang perempuan bernama Nina (Novia Bachmid).
Nina merupakan seseorang yang diduga mengalami gangguan jiwa dan dipasung oleh keluarganya di suatu rumah terpisah dengan beralaskan tanah serta dinding yang terbuat dari bambu. Nina sering mengalami perubahan emosi, berteriak histeris dan berperilaku aneh saat sebelum magrib sehingga keluarga memasung Nina di rumah terpisah setiap menjelang magrib.
Orang-orang sekitar Nina percaya bahwa perilaku Nina disebabkan oleh hal-hal mistis di luar nalar akibat dari perbuatannya. Sementara Talya, Erlan dan Ahmad, meyakini bahwa Nina mengalami gangguan jiwa berdasarkan dari gejala-gejala yang muncul.
Film ini mengadaptasi kasus pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dikemas dalam genre horror. Namun, sayangnya penggambaran ODGJ yang dinyatakan sebagai orang yang mengalami kesurupan dan dipasung terasa begitu salah karena berisiko memperpanjang stigma negatif terhadap kesehatan mental yang sudah ada di masyarakat. Mari kita kupas lebih lanjut terkait kesehatan mental dan hal-hal mistis, serta bahayanya stigma ini pada penanganan ODGJ.
Tanda-Tanda Perburukan Kondisi Kesehatan Mental
Nina dalam film tersebut menampilkan adanya beberapa kondisi perburukan pada kesehatan mentalnya. Mengesampingkan fakta bahwa film ini dikemas dalam genre horror dan fiksi, tanda-tanda perburukan kondisi kesehatan mental yang dialami karakter utama seharusnya merupakan indikasi untuk keluarga mencari bantuan secara medis. Ciri-ciri perburukan kondisi kesehatan mental yang nampak adalah:
PERUBAHAN EMOSI
Nina mengalami perubahan emosi drastis dengan adanya perilaku berteriak histeris setiap sore menjelang magrib.
APATIS
Karakter Nina ditampilkan sebagai sosok yang sangat tertutup dan cenderung misterius. Sepanjang film ia tampak tidak peduli, acuh, dan sibuk dengan dunianya sendiri.
MASALAH DALAM BERPIKIR
Nina sangat sulit diajak berkomunikasi, terkadang ia mengacuhkan lawan bicaranya dan terlihat begitu fokus dengan apa yang dikerjakan. Namun di lain waktu, ia bisa tiba-tiba merespon percakapan seseorang tetapi dengan penjelasan yang melenceng dari topik dan tidak logis.
SENSITIVITAS YANG MENINGKAT
Nina menunjukkan sensitivitas yang tinggi pada objek kamera. Seringkali ia histeris ketika beberapa kali ada kamera dari tim Talya yang mendekat, bahkan Nina hendak melakukan penyerangan terhadap kameramen.
PEMIKIRAN TIDAK LOGIS
Nina sering mengungkapkan pada neneknya bahwa dirinya bertemu dan berkomunikasi dengan arwah leluhur. Di sisi lain, Nina juga beranggapan bahwa dirinya adalah seorang tabib.
Gejala-gejala ini memang tidak bisa secara tegak mendiagnosa suatu penyakit, tetapi dapat dijadikan indikasi bahwa individu tersebut membutuhkan penanganan profesional medis. Sayangnya dalam film ini tanda tersebut dianggap sebagai hasil dari fenomena kesurupan, yang justru berbahaya jika diterapkan di kehidupan nyata karena akan menghambat individu mendapatkan bantuan yang diperlukannya.
Gangguan Jiwa ≠ Kesurupan
Dalam film “Menjelang Magrib”, terdapat beberapa hal yang perlu diluruskan karena sangat terasa kurangnya konklusi dari salah satu isu yang diangkat, yaitu kesehatan mental. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gambaran perilaku Nina merupakan tanda perburukan kondisi kesehatan mental. Tetapi dalam film, kondisi tersebut diceritakan sebagai hasil dari kerasukan akan arwah leluhur. Penilaian terhadap gejala-gejala Nina ini sangat disayangkan karena dapat memperburuk stigma yang sudah ada terhadap kesehatan mental. Pada dunia nyata, masih adanya stigma bahwa orang yang menunjukkan gejala-gejala penyakit mental di-cap sebagai orang yang kerasukan hal-hal mistis.
Kalau bukan kesurupan, gangguan jiwa yang sering di salah artikan sebagai orang kerasukan itu apa sih?
Menurut American Psychological Association (APA), individu yang mengalami perubahan yang tidak disengaja pada kesadaran, identitas, ingatan atau memori, dan fungsi motorik yang mengakibatkan penderitaan atau gangguan yang signifikan dinamakan sebagai Dissociative Trance Disorder (DTD).
Gangguan ini merupakan salah satu bentuk gangguan disosiatif. DTD dapat dibedakan menjadi dua subtipe berdasarkan kondisi identitas individu. Salah satu subtipenya adalah possession trance, yaitu saat identitas individu digantikan oleh identitas baru yang dianggap sebagai kekuatan eksternal, seperti hantu, orang lain, atau makhluk gaib. Kondisi ini lah yang kemungkinan muncul pada Nina, yang mana ia secara tiba-tiba berubah menjadi sosok yang bijaksana dan dipercaya sosok tersebut adalah arwah leluhurnya.
Nina juga mengalami perubahan fungsi motorik seperti berteriak histeris tanpa sebab, menari atau melakukan gerakan-gerakan yang dianggap bentuk ritual. Bentuk perilaku tersebut sering dinilai sebagai hal yang tidak dikenal tapi normal dalam praktik keagamaan atau kebudayaan. Padahal, hal tersebut merupakan manisfestasi dari gangguan mental yang sudah parah. Maka dari itu, gejala dari gangguan disosiatif ini sering kali dilabelkan sebagai bentuk dari kesurupan.
Stigma kesurupan yang melekat pada orang dengan gangguan jiwa menjadi ancaman bagi pasien itu sendiri. Beberapa dampak yang timbul antara lain:
- Menghambat pertolongan dan pengobatan pada pasien dengan gangguan jiwa.
- Kesalahan penanganan yang berisiko mengancam keselamatan bagi orang dengan gangguan jiwa.
- Memperparah keadaan mental pasien ketika tidak adanya penanganan yang tepat bagi kondisinya.
Salah satu contoh kesalahan penanganan pada ODGJ terlihat pada film ini yaitu pemasungan Nina yang dinilai nenek dan warga sekitar adalah solusi untuk menangani kondisi perburukan mental Nina saat itu.Pasung Bukanlah Solusi
Meski edukasi kesehatan terus digencarkan, namun pada praktiknya, masyarakat masih mempercayai gangguan jiwa berkaitan dengan hal-hal mistis seperti kesurupan. Dalam mengatasi hal ini, praktik pasung masih ditemukan.
Pada November 2019, Lembaga Swadaya Masyarakat Amerika Serikat, Human Rights Watch (HRW) melaporkan bahwa 57 ribu orang Indonesia dengan kondisi kesehatan mental tertentu telah dipasung, setidaknya sekali seumur hidup dan sekitar 15 ribu orang diantaranya masih hidup dengan kondisi dipasung. Mengapa demikian?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa orang dengan gangguan jiwa rentan sekali dipasung oleh orang sekitar bahkan oleh keluarga, yaitu:
- Stigma negatif yang masih melekat pada penderita gangguan jiwa, sehingga pihak keluarga atau orang terdekat ingin menjauhi labeling negatif dari stigma yang beredar di masyarakat.
- Kesulitan ekonomi yang membuat keluarga atau orang terdekat tidak lagi mampu untuk membiayai pengobatan penderita gangguan jiwa.
- Minimnya pengetahuan orang terdekat atau keluarga mengenai gejala dini dari gangguan kesehatan mental serta pasca dirawatnya pasien dari rumah sakit.
- Ketiadaan akses keberlanjutan untuk proses penyembuhan bagi penderita gangguan jiwa. Contohnya seperti jarak rumah terlalu jauh dari rumah sakit atau tempat penanganan profesional.
- Orang terdekat atau keluarga menganggap bahwa pasung merupakan cara alternatif terakhir dalam penanganan penderita gangguan kesehatan mental. Karena, hal ini dapat dinilai sebagai salah satu cara melindungi penderita dan orang sekitar.
Pemerintah Indonesia resmi melarang praktik pasung dalam Undang-Undang pada tahun 1977, namun hal ini masih saja terjadi karena adanya stigma negatif mengenai penderita gangguan jiwa serta minimnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan mental. Maka sangat penting untuk masyarakat mempelajari kebenaran akan kondisi kesehatan mental yang tidak hanya bisa dilakukan melalui edukasi formal tetapi juga bisa melalui medium hiburan seperti film.
Meskipun karakter Nina adalah fiktif dan hanya untuk kepentingan karya film di dunia hiburan, namun faktanya ada banyak Nina-nina lain di dunia nyata. Sehingga pembentukan karakter orang dengan gangguan jiwa yang dikaitkan dengan kondisi kesurupan dalam film “Menjelang Magrib” sangat disayangkan karena berisiko memperparah stigma kesehatan mental di Indonesia.
Harapan untuk kedepannya masyarakat Indonesia dapat lebih mengenal dan peduli terhadap kesehatan mental serta dapat mengubah stigma negatif orang dengan gangguan jiwa di Indonesia. Mari bersama-sama kita sebarluaskan pengetahuan mengenai kesehatan mental serta menghapus stigma negatif mengenai kesehatan mental, dimulai dari diri sendiri lalu orang terdekat. Sesuatu hal yang kita anggap kecil, pasti akan memberikan dampak besar untuk kedepannya!
Sumber:
- During, E. H., Elahi, F. M., Taieb, O., Moro, M. R., & Baubet, T. (2011). A Critical Review of Dissociative Trance and Possession Disorders: Etiological, Diagnostic, Therapeutic, and Nosological Issues. The Canadian Journal of Psychiatry, 56(4), 235–242. https://doi.org/10.1177/070674371105600407
- APA Dictionary of Psychology. (N.A.). American Psychological Association. https://dictionary.apa.org/dissociative-trance-disorder
- Warning Signs of Mental Illness. (N.A.). American Psychiatric Association. https://www.psychiatry.org/patients-families/warning-signs-of-mental-illness
- Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka.
- https://www.cnnindonesia.com/internasional/20201006104844-106-554832/lsm-as-catat-57-ribu-orang-indonesia-dipasung-karena-stigma
- https://kbbi.web.id/pasung
- http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf
- https://www.hrw.org/id/news/2018/10/02/322930
Dibuat oleh: Winanda Amalia & Irma Fauzia
Diedit oleh: Emily Jasmine, Fauzia Ramadhani & Kresentia Aretha T.