Eternal Sunshine of the Spotless Mind: Fenomena “Love Addiction” & Hubungannya dengan Kesehatan Mental

Film Eternal Sunshine of the Spotless Mind merupakan film romansa dan fiksi yang menceritakan kisah Joel Barish dalam perjuangannya untuk melupakan Clementine Kruczynski, seorang yang ditemuinya di stasiun kereta. Joel menggunakan suatu prosedur penghapusan memori di sebuah klinik yang bernama Lacuna yang mana klinik ini menawarkan prosedur untuk menghapus memori secara parsial, khususnya memori bersama orang – orang terkasih yang menjadi trauma.
Film ini mengeksplor tentang sifat dasar dari kenangan dan hubungan romantis, yang mana hal tersebut membuat kami bertanya, mengapa prosedur ini diciptakan? apakah hubungan romantis bisa menyebabkan efek negatif bagi kesehatan mental seseorang? Jawabannya dapat diulas melalui fenomena adiksi pada cinta atau perasaan romantis dikenal dengan “love addiction” dalam studi Psikologi.
Love Addiction
atau yang biasanya dikenal dengan sebutan “bucin atau budak cinta” dalam istilah populer tetapi merupakan suatu hal yang serius dalam ranah psikologi. Riset yang telah dilakukan oleh European Journal of Psychiatry membahas fenomena ini dan mengartikannya sebagai
“pola perilaku yang ditandai dengan minat yang maladaptif, meresap, dan berlebihan terhadap satu atau lebih pasangan romantis, yang mengakibatkan kurangnya kontrol, pengabaian minat dan perilaku lain, dan konsekuensi negatif lainnya”.
Pada kondisi ini, efek dari perilaku disfungsional tidak terbatas pada cinta romantis.
Sampai saat ini, belum ada sebuah kesepakatan untuk mengkategorikan fenomena love addiction di mana, karena adanya perbedaan penemuan dari berbagai ahli. Beberapa kategori yang ditemukan adalah gangguan kontrol impuls, gangguan yang mempengaruhi suasana hati (misalnya hypomania atau kegembiraan eksesif) yang serupa dengan rasa pada tahap awal cinta romantis yang terasa intens. Selain itu, ada pula kemungkinan lain fenomena ini termasuk dalam spektrum obsesif – kompulsif, yang mana individu dengan fenomena ini memiliki pemikiran yang bersifat repetitif dan intrusif.
Penjelasan Love Addiction dapat dipahami lebih jelas melalui konsep “biaxial continuum”, ketika terjadinya sebuah hubungan kuat antara perilaku terkait keterikatan (faktor A) dan faktor lain (B) yang meliputi rasa penghargaan. Ketika digabung kedua faktor perilaku ini menampakkan ciri ikatan yang tinggi, sehingga menghasilkan sebuah jenis cinta yang obsesif dan dipenuhi oleh ketergantungan.
Hal ini harus dibedakan oleh jenis cinta pada umumnya, karena jenis cinta ini memiliki ciri-ciri yang sama dengan perilaku adiksi. Pada umumnya, perilaku adiksi (contohnya: adiksi akan kegiatan judi) tidak memerlukan zat kimia apapun untuk membuat seseorang ketergantungan, namun memiliki ciri khas yang sama dengan ketergantungan obat pada mental seseorang. Love addiction dapat membuat seseorang merasakan euforia yang intens, yang akan disambung dengan peningkatan jumlah perilaku untuk mencapai efek emosional yang diinginkan. Hal ini akan mengganggu kehidupan keseharian subjek karena mereka akan sangat fokus pada pencarian cinta dan kurang bersemangat dalam aspek hidup lainnya.
Apa yang bisa dilakukan jika kita merupakan seseorang yang mengalami fenomena Love Addiction?
Sejauh ini, belum ada obat atau prosedur penghilangan memori yang dapat dilakukan jika kita mengalami fenomena love addiction seperti yang ada di film ini. Namun hal ini dapat diatasi dengan intervensi psikososial. Sesuai dengan riset yang telah dilakukan untuk membenahi fenomena love addiction, beberapa opsi telah tersedia seperti terapi kelompok, cognitive – behavioural therapy (untuk mengubah ide dan persepsi tentang cinta) dan juga psychodynamic therapy (untuk melihat perspektif kita tentang cinta)
Selain itu, pengobatan farmakologi (menggunakan antidepresan, stabilizer) juga dianggap efektif dalam mengatasi fenomena love addiction. Sesuai dengan riset yang telah dilakukan John & Sanches (2019), individu yang mengalami fenomena ini memiliki ciri – ciri yang dianggap mirip dengan perilaku adiksi, sehingga pemberian obat pun dapat menjadi alternatif dalam penanganan fenomena ini. Namun, hal ini harus dibuktikan kembali dengan riset yang bersifat terus menerus untuk memastikan efektivitas intervensi pengobatan pada individu yang mengalami love addiction.
Kita harus ingat cinta bukanlah sebuah keadaan antusias yang permanen. Cinta adalah pengorbanan, keinginan untuk kompromi dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik bersama pasangan. Jika cinta membuat kalian merasa terobsesi dan harus “bekerja lebih keras” untuk mendapatkannya, hal tersebut mungkin dapat dikategorikan sebagai obsesi dan menimbulkan hal yang negatif bagi kehidupan sehari – hari kita. Maka dari itu jatuh cinta harus kerap dikaitkan dengan “mindfulness”, saat kita sadar penuh akan pengalaman cinta yang kita alami dan rasakan. Sehingga kita dapat terbebaskan dari efek negatif cinta. Jadikan cerita, Joel Barish, memori cinta yang berujung menjadi memori traumatis, menjadi pelajaran untuk kita semua untuk selalu menjalani setiap aspek hidup kita lebih mindful atau penuh kesadaran akan apa yang kita alami dan rasakan.
SUMBER:
- Sanches, M., & John, V. P. (2019). Treatment of love addiction: Current status and perspectives. European Journal of Psychiatry
- Sussman, S. (2010). Love addiction: Definition, etiology, treatment. Sexual Addiction & Compulsivity
- Earp, B. D., Wudarczyk, O. A., Foddy, B., & Savulescu, J. (2017). Addicted to love: What is love addiction and when should it be treated? Philosophy, Psychiatry, & Psychology,
Ditulis oleh: Aicha Grade
Diedit oleh: Fauzia Ramadhani & Sasya Natasanthi