Road to Senigma 2021

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Oktober, Ubah Stigma kembali mengadakan program tahunannya, Senigma, yang diselenggarakan secara virtual melalui Zoom.
Untuk menyambut acara puncak Senigma tahun ini, Ubah Stigma juga mengadakan rangkaian workshop Road To Senigma 2021 dengan tema yang berbeda-beda seputar seni. Workshop pertama, Expressive Writing Workshop, diadakan pada tanggal 11 September 2021 yang dibawakan oleh Sherine Hassan dan The Self Hug. Workshop kedua, Therapeutic Painting Workshop diadakan pada tanggal 18 September yang dibawakan oleh Ardhana Riswarie. Workshop terakhir, Expressive Movement Workshop diadakan pada tanggal 25 September yang dibawakan oleh Zia Kusumawardini.
Selain serangkaian workshop tersebut, Ubah Stigma akan menggelarkan Virtual Art Exhibition pada tanggal 10 Oktober di mana karya seni teman-teman dan komunitas Ubah Stigma akan ditampilkan.
WORKSHOP 1: EXPRESSIVE WRITING
Dokumentasi pelaksanaan workshop Expressive Writing bersama Sherine Hassan dan The Self Hug. (11/09/21)
Pada Workshop Expressive Writing, Ubah Stigma berkolaborasi dengan The Self Hug, sebuah organisasi dengan misi utama untuk memupuk rasa syukur, kesadaran, dan pertumbuhan diri dalam kehidupan sehari-hari, yang bekerja sama dengan Sherine Hassan, seorang Mental Health Counselor. Dalam workshop ini, Sherine membimbing partisipan untuk memahami landasan expressive writing, yaitu konsep self-awareness (kesadaran diri) yang dipelopori oleh psikolog Erich Fromm dan Carl Rogers. Self-awareness didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk mengubah pola pikir dan perilaku menjadi lebih baik dengan kesadaran diri. Setelah memahami landasan terkait expressive writing, Sherine memaparkan jenis-jenis expressive writing, di antaranya menulis buku harian (journaling), puisi, menulis cerita, opinion pieces, autobiografi dan lain-lain. Sesi workshop expressive writing ini difokuskan pada kegiatan journaling, yang dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti self-reflection dan expressive writing. Daily self-reflection (refleksi diri harian) dapat dilakukan untuk membangun kebiasaan positif sehari-hari dengan berbagai cara, seperti mengidentifikasi emosi, self-care checklist, menuliskan prioritas harian, hal-hal yang kita syukuri hari ini, hal menarik yang terjadi pada hari tersebut dan harapan untuk hari esok. Sedangkan untuk melakukan expressive writing, Sherine dan The Self Hug menyarankan untuk menulis dengan jujur, fokus dengan pengalaman sendiri, mengingat nilai yang kita miliki, dan mengingat bahwa tujuan menulis adalah untuk diri sendiri bukan orang lain.
Workshop ini diikuti oleh banyak partisipan, salah satunya adalah Pazia Ayu, Agent of Change Program BERSATU. “Tujuanku ikut workshop ini adalah untuk menambah ilmu dan juga karena aku penasaran dengan teknik expressive writing yang belum pernah kucoba sebelumnya. Terima kasih Ubah Stigma dan The Self Hug untuk acara yang sangat menarik dan insightful!”
WORKSHOP 2: THERAPEUTIC PAINTING
Dokumentasi pelaksanaan workshop Therapeutic Painting bersama Ardhana Riswarie. (18/09/21)
Pada workshop Therapeutic Painting, Ardhana Riswarie (Dhana) menjelaskan tentang cara melakukan therapeutic art yang mengedepankan proses kreasi dan apresiasi seni yang sehat, meliputi pengalaman sensori melalui pemilihan alat gambar seperti cat, kuas dan kertas gambar, serta batasan yang disadari seperti ukuran kertas yang akan digunakan untuk berkarya dan durasi dalam berkarya. Sebagai seorang art therapist, Dhana menjelaskan bahwa sebenarnya tidak semua orang membutuhkan art therapy; jika permasalahan berasal dari tekanan hidup sehari-hari seperti stress karena kuliah dan pekerjaan hingga mengalami burnout, therapeutic art dapat bermanfaat untuk menjaga kesehatan mental dengan memberi ruang untuk memproses pikiran dan perasaan. Di sisi lain, art therapy dibutuhkan apabila permasalahan yang terjadi sudah sangat mengganggu dan tidak bisa dikelola oleh individu sendiri hingga menyebabkan disfungsi pribadi. Art therapy dilakukan menggunakan pendekatan yang sama dengan bentuk-bentuk terapi pada umumnya, yaitu pendekatan klinis.
Workshop ini didasari oleh metode yang serupa dengan neuro sequential model di mana terdapat konsep 3R, yaitu regulate, relate, dan reflect. Media lukis digunakan untuk regulasi emosi, lalu dilakukan proses menghubungkan pemikiran dan perasaan, dan akhirnya ditutup dengan refleksi dan belajar memaknai hasil karya. “Hidup itu seperti membuat karya seni, yang paling paham tentang proses dan maknanya adalah diri kita sendiri. Karena hidup kita akan selalu chaos dan random, cara kita memaknai hidup adalah dengan membingkai pengalaman-pengalaman itu seperti seorang seniman membingkai karyanya, yang mungkin bagi orang lain terlihat chaos atau random,” tutur Dhana.
Setelah menjalani workshop ini, Elsa Sharon, Agent of Change Program BERSATU, menyatakan “Melalui workshop ini, aku ingin mengeksplorasi diri lebih dalam, menambah wawasan dan mengekspresikan perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Aku sangat senang karena bisa belajar banyak sekali dari workshop ini!”
WORKSHOP 3: EXPRESSIVE MOVEMENT
Dokumentasi pelaksanaan workshop Therapeutic Painting bersama Zia Kusumawardhini. (25/09/21)
Workshop Expressive Movement dipandu oleh Zia Kusumawardini, seorang Holistic Health Practitioner dan Dance Therapy Facilitator. Zia memperkenalkan teknik Soul Dance yang merupakan kombinasi dari pemanasan Qi Gong, beberapa elemen tari dan Yoga Nidra, yang secara spesifik ditujukan untuk membantu mengekspresikan emosi. “Our body actually remembers things, jadi walaupun pikiran kita mungkin lupa saat ada trauma, emosi atau amarah, badan kita mengingat rasanya saat berhadapan dan mengalami situasi tersebut. Apa yang kita pikirkan dan rasakan berdampak pada tubuh kita,” tutur Zia.
Tahap pertama yang dilakukan adalah pemanasan dengan teknik Qi Gong untuk membuka saluran meridian atau jalur lalu lintas energi dalam tubuh selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan gerakan air element (elemen udara) yang berkaitan dengan sisi positif emosi kita. Elemen ini akan terasa menyenangkan dan seperti angin bertiup, sehingga benar-benar membiarkan bagaimana diri ingin mengekspresikan emosi-emosi positif tersebut. Kemudian untuk fire element, saat tidak seimbang bentuk emosi yang keluar cenderung ke arah amarah, frustasi dan gusar. Apapun bentuk emosinya dapat dikeluarkan pada gerakan di elemen ini.
Setelah didorong untuk merasakan berbagai bentuk emosi pada elemen-elemen sebelumnya, workshop ini berlanjut ke water element, yang berkaitan dengan sisi seorang manusia yang penuh semangat, namun juga penuh cinta dan kasih sayang. Melalui latihan ini, Zia mendorong peserta untuk merasakan emosi dan perasaan secara dalam, dan mencintai setiap bagian diri kita. Saat sedang merasakan ketidakseimbangan, bentuk emosi yang diekspresikan cenderung ke arah sedih dan depresi. Elemen terakhir, earth element, bertujuan untuk mengatur kehidupan dan memberikan pijakan kapanpun kita merasakan kesendirian, “Remember that the earth is always there, it is stable, it is grounding. You’re not alone and you’re always cared for,” kata Zia.
Salah satu peserta workshop expressive movement, Rarasati Widhyadji, seorang Agent of Change dari Program BERSATU, menyampaikan kesannya terhadap sesi workshop ketiga ini. “Workshopnya sangat memuaskan karena berhasil membuat aku merasa rileks setelah melalui minggu yang panjang dan hectic. Aku berhasil mengekspresikan perasaan dan emosi melalui gerakan, yang mana merupakan hal yang penting buatku!”
Selain serangkaian workshop di atas, Ubah Stigma juga akan menggelar Virtual Art Exhibition bertepatan dengan Hari Kesehatan Dunia pada 10 Oktober mendatang. Simak keseruannya lebih lanjut dengan mengikuti kami di platform media sosial pilihanmu ya!